DPR melalui rapat paripurna Selasa mengesahkan Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara dan RUU Komisi Yudisial menjadi undang-undang.

Pemimpin rapat paripurna Priyo Budi Santoso di gedung parlemen di Jakarta mengetukkan palu masing-masing tiga kali sebagai tanda disahkannya dua rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang, setelah seluruh anggota DPR yang hadir menyetujuinya.

"Dengan persetujuan dari seluruh anggota DPR yang hadir maka bertambah dua UU lagi yang disahkan oleh DPR," katanya.

Menurut dia, dengan disahkannya UU Intelijen maka operasi intelijen di Indonesia akan berjalan lebih baik serta ada koridor humum yang jelas.

Dengan diberilakukannya UU tentang Intelijen, kata dia, diharapkan lembaga maupun aparat intelijen bisa lebih kuat dan lebih cermat, sehingga tidak ada lagi kecolongan informasi termasuk aksi teror.

Menurut Priyo, UU tentang Komisi Yudisial yang baru disahkannya ini merupakan revisi dari UU tentang Komisi Yudisial sebelumnya, guna menguatkan kewenangannya Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas hakim.

"DPR RI merevisi UU tentang Komisi Yudisional karena memandang kewenangan Komisi Yudisial perlu dikuatkan," kata Priyo.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, memberikan catatan atas pengesaqhan UU tentang Komisi Yudisial.

Menurut dia, pada pasal 37 ayat 3 dan 5 diberi penjelasan bahwa cukup jelas calon anggota pengganti sebagaimana dimaksud ayat 1.

Kemudian pada pasal 28 menyebut ada tim seleksi.

"Ini harus diperjelas lagi agar tidak ada kerumitan hukum seperti calon pimpinan KPK, sehingga kemudian tidak ada lagi perdebatan-perdebatan," katanya.

Politisi PKS ini juga meminta Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, agar menjelaskan koreksi atas catatannya